Kenakalan remaja bukanlah masalah baru yang timbul saat ini. Ini adalah permasalahan lama yang tak kunjung ada solusi namun semakin menjadi. Di berita televisi sering tersiar razia anak-anak sekolah yang bolos terjaring oleh polisi pamong praja. Kebanyakan dari mereka ditemukan di warnet dan kafe-kafe lengkap dengan seragam sekolah. Selain itu, tingkah buruk pelajar juga semakin memprihatinkan. Hal ini tampak di jalan-jalan ketika mereka pergi dan pulang sekolah. Hembusan rokok sepanjang jalan, kebut-kebutan dan makian yang akrab terdengar dari mereka. Belum lagi yang membolos hanya untuk ngelem. Ngelem adalah kegiatan yang lagi tren diantara kalangan remaja labil dimana mereka memasukan lem dalam kantong kresek dan menghirupnya. Hal ini membuat kecanduan, ngga beda jauh dari penggunaan NARKOBA. Hanya beda harga, lebih murah. Miris, karena hal ini tidaklah lagi tersembunyi.
Disekolah, belajar bukanlah lagi prioritas. Hanyalah tempat pelarian dari kebosanan di rumah dan upaya mendapat uang jajan. Jika malas, maka boloslah. Inilah yang diungkapkan salah satu murid ketika ditanya alasan mengapa dia membolos. Malas ke sekolah?, aneh tetapi bukan ini yang patut kita pertanyakan. Siapa yang salah hingga anak malas ke sekolah? murid? guru? atau orang tua?. Siapa yang salah jika anak bermasalah?
Sering kali orang tua menyalahkan guru dan sebaliknya guru menyalahkan orang tua. Kisah saling menyalahkan yang takkan pernah berakhir melupakan solusi penyelesaian. Saling tuduh dan saling menyerahkan. Sedangkan sang anak semakin terjerembab dalam lingkaran hitam penuh masalah. Orang tua menyalahkan guru yang tidak baik mengajar dan sebaliknya guru menyalahkan orang tua yang kurang memberi perhatian kepada si anak.
Tidak ada yang 100 persen benar dan tidak ada 100 persen salah dalam konteks ini. Yang diperlukan hanyalah kesinergisan hubungan antara guru dan orang tua murid. Kerja sama dalam mendidik dan membentuk pribadi anak menjadi lebih positif. Menciptakan hubungan baik antara guru dan orang tua murid dapat berimbas pada proses perkembangan anak. Bukan saatnya mencari siapa yang salah tetap saatnya mencari solusi dari masalah.
Guru di sekolah hanya mendidik 1/4 dari waktu yang tersedia, sisanya 3/4 adalah jatah orang tua. Dalam waktu 1/4 itu guru harus lebih kreatif dan bijaksana dalam mendidik. Mendidik dengan hati agar siswa-siswa betah dan merasa nyaman dalam belajar. Guru harus membuang aroganisme, menjadi sok garang dan sikap tak peduli. Karena pendidikan kreatif disertai sikap bijaksana lebih membuat siswa semangat dalam belajar dan lebih dalam menghormati guru. Ketika guru mendidik dengan kekerasan maka yang ada bukanlah hormat tapi pemberontakan yang dilakukan oleh siswa. Seperti tak betah belajar di kelas, mencari masalah dan bolos sekolah.
Sepulang sekolah, tugas orang tua untuk mengontrol anaknya. Orang tua harus lebih hiperaktif, menanyakan apa yang dipelajari, bagaimana dengan sekolah anaknya hari ini, apakah ada PR dan masih banyak lagi yang membuat anak merasa di perhatikan. Selain itu, orang tua juga harus lebih memperhatikan aktifitas anaknya. Seperti apa temannya bergaul, apa hobbinya atau apa tontonannya. Karena hal-hal seperti teman dan teknologi mempunyai pengaruh besar dalam perkembangan sikap anak.
Bukan saatnya saling menyalahkan atau saling menyerahkan tugas. Perkembangan anak adalah tanggung jawab bersama antara guru dan orang tua murid. Untuk orang tua, biasakan cek atau menanyakan tentang guru bagaimana anaknya di sekolah. dan begitu juga guru, jika terjadi hal yang ganjil tampak dari sang anak, segera koordinasikan dengan orang tua. Karena mereka adalah masa depan bangsa.
0 comments:
Post a Comment