Kata Ali bin Abi Thalib "ilmu diikat dengan tulisan".Ilmu tidak hanya dipelajari di sekolah, tapi ilmu dapat dipelajari dimana saja. Dari melihat, mengamati dan diskusi. Senangnya jika dapat teman yang senang berbagi ilmu dan senang mendiskusikan hal-hal baru yang didapat. Alhamdulillah, bagiku ini adalah minggu petuah. Banyak sekali ilmu yang aku dapat. Karena takut lupa apa kata-kata mereka, aku menuliskannya disini. Pertama, kelak ini akan menjadi pengingatku saat aku lupa, saat aku lemah, dan saat aku rapuh karena masalah-masalah yang kelak akan datang menghampiri. Kedua, semoga tulisan ini, nasehat ini dapat menjadi masukan untuk teman-teman yang sekedar mampir untuk membaca blog ini. Atau kebetulan bertemu dengan blog ini.
Finally October. Hari-hari itu semakin dekat. Bahkan bunyi detikan jam dinding terdengar lebih nyaring dari biasanya. Seperti mengingatkanku saja, bahwa lajangku tinggal menghitung hari. Berawal dari April dan berakhir Oktober. Mungkin bagi sebagian orang 6 bulan begitu singkat, bagi dua orang yang baru mengenal memutuskan untuk menikah, tapi sebagian mengatakan begitu lama, mereka mengatakan 3 bulan adalah waktu yang cukup jika diawali dari taaruf hingga walimahan. Seperti kata sang Rasul, segerakanlah menikah. Jujur aku juga ingin menyegerakan waktu 6 bulan itu, tapi ada hal yang tertunda, studiku, thesisku yang menunggu. Alhamdulillah, semua karena Allah dalam 3 bulan aku ngebut menulis hasil penelitian untuk menyelesaikan tesis. Bolak-balik kampus buat konsul yang terkadang di php sama dosenku. Tidur gak maksimal. Tetapi perjuangan itu terbalas, gelar dibelakang nama bertambah. Dan aku dapat fokus pada pernikahanku.
Kini oktober telah didepan mata. Undangan-undangan yang siap disebar telah tersusun rapi didalam kotak. Waktu semakin dekat. Bahkan dengan semakin dekatnya waktu, rasa takut bercampur dan khawatir bertambah. Kata Murobbiku, Hal itu wajar karena dulu dia juga begitu. Ini karena efek aku dan calon suamiku belum sepenuhnya kenal. Apalagi komunikasi tak seinsten orang-orang yang pacaran. Tapi ada Allah dalam proses ini, Insya Allah jika kelak aku dan calon suamiku dapat saling mengerti dan memahami, maka keberkahan akan menaungi.
Ketakutan dan kekhawatiran adalah tipu daya setan oleh karena itu murobbiku berpesan aku harus banyak tilawah. Saat berkeluargapun setan tak pernah menyerah, dibuatnya tingkah suami menjadi tak enak dipandang oleh mata dan kita tidak suka. Sehingga, kita tidak sadar apa yang keluar dari lisan saat berbicara atau saat membuat keputusan, oleh karena itu perempuan harus lebih banyak mengalah. Perbanyaklah istighfar, tambahnya. Jazakillah khair kakak atas nasehatnya. Insya Allah adek binaanmu ini akan berusaha menerapkan apa yang kau katakan.
Nasihat dari pengalaman hidup adalah pelajaran yang baling berarti. Aku bersyukur mengenal mereka yang mau berbagi pengalaman kepadaku yang masih awam. Aku memang masih harus banyak belajar. Karena kehidupan berkeluarga bukan hal yang kecil tapi kehidupan yang dipenuhi dengan tanggung jawab yang kelak harus dipertanggung jawabkan dihadapan-Nya. Termasuk masalah materi, itu kata kakak tertuaku.
"Kelak dek, jika kamu menjadi istri..kamu harus sering mengingatkan suamimu agar memberimu dan anak-anakmu nafkah yang halal. Katakan kepada suamimu agar mengambil yang haknya saja. Jangan sekali-sekali dia memberimu yang bukan haknya. Mengapa? karena kamu dan anakmu tidak pernah tahu darimana uang atau makanan itu berasal. Yang kamu tahu hanya suamimu pergi bekerja dan pulang membawa uang. Lebih baik kita hidup sederhana, makan apa adanya, atau bahkan harus menahan lapar daripada kelak kita harus merasakan siksa neraka. Dan jangan kau memaksakan kehendakmu jika suamimu tidak mampu untuk memenuhinya. Apalagi kehendakmu itu membuat suamimu berhutang. Sedikitpun dek..sekecilpun dek.. jangan pernah berhutang. Jangan jadikan hutang sebagai kebiasaan. Karena sekali berhutang kamu akan ketagihan untuk berhutang" ujar kakakku ini panjang lebar. Aku mendengar dengan seksama dan menelaah kata-katanya. Tapi apa yang dia katakan sepenuhnya benar. Bahkan aku pernah membaca kisah ulama dimana istrinya berpesan aku masih mampu menahan lapar atupun menampal perut dengan batu, daripada menahan siksaan neraka. Jazakillah khair kakak atas masukan yang berharga ini.
Apakah ini kebetulan atau memang dirasakn oleh setiap istri. Aku mendapatkan nasehat yang sama dari kedua kakak ini. Nasehatnya adalah kalau kamu marah pada suamimu lebih baik diam. Boleh sekali-kali kamu berkata untuk mengingatkannya tapi hati-hatilah dalam memilih kata karena wanita penuh dengan emosi yang dapat dijadikan setan sebagai senjata buat menghancurkan mahligai rumah tangga. Maka jika emosimu meninggi, pilihlah diam. Mungkin diam akan menjadi solusi yang baik untuk masalah yang menerpa. Seperti kata pepatah diam adalah emas.
Pontianak, 2 Oktober 2014
21 hari sebelum hari H
0 comments:
Post a Comment