RSS

Thursday, August 23, 2012

SAAT GURU MENJADI IDOLA


Saat ini guru menjadi topik yang paling seru untuk dibicarakan. Guru menjadi tema utama dalam rubrik di media massa. Ditambah lagi seminar-seminar pendidikan yang mengangkat tema tentang guru. Mulai dari profesionalitas, cara mengajar, bahkan universitas yang menyediakan fakultas keguruan menjadi serbuan. Selain itu, berita tentang demo yang dilakukan oleh guru juga menjadi berita hangat. Tak pelak, saat ini guru menjadi idola.
Apakah karena gaji besar yang dijanjikan? Atau pekerjaan yang memuliakan? Profesi guru menjadi salah satu yang diinginkan dan dicita-citakan oleh anak-anak muda saat ini. Bahkan, banyak orang tua yang menginginkan anaknya menjadi guru. Hal ini terbukti, dari minat yang tinggi terhadap fakultas keguruan.
Namun sayang, saat guru menjadi idola ada sesuatu yang hilang. Prioritas menjadi guru hanyalah sebagai pekerjaan yang mudah didapat dan dapat  memberi gaji menjanjikan apalagi jika guru tersebut lulus sertifikasi profesi guru. Sebagaimana yang diungkapan oleh Anis Baswedan, pencetus Gerakan Indonesia Mengajar dalam dialog bersama Desi Anwar di salah satu televisi swasta (7/7/2012) “A teacher must be role model.  We don’t fight to get a job but we do fight to do this job”.  Keteladanan adalah hal yang mulai terkikis ketika guru bekerja hanya untuk uang. Pendapatan menjadikan profesi guru hanyalah sebatas pekerjaan untuk menyampaikan materi dari buku, memberi tugas dan nilai. Esensi utama seorang guru yaitu mendidik dengan keteladanan dinomor duakan.
Pendidikan berbasis karakter, sebuah  kebijakan Kementrian Pendidikan Nasional pada tahun 2011 diharapkan dapat menjadi tonggak dalam membangun karakter anak bangsa dan terwujudnya Indonesia Emas 2025. Pendidikan karakter ini dijabarkan dalam enam pilar karakter yang terdiri dari trustworthiness (kepercayaan), Respect (Respek), Responsibility (Tanggungjawab), Fairness (Keadilan), Caring (Peduli), Citizenship (Kewarganegaraan). Keenam pilar yang akan lebih mudah dibangun jika telah berdiri tegak dalam diri sang guru.
Saat guru menjadi idola maka guru adalah panutan. Guru akan digugu dan ditiru. Guru bukan hanya simbol pendidikan yang mentransfer ilmu dalam kelas. Lebih dari itu, guru harus mengalahkan ketenaran idola yang diidolakan para muridnya. Tapi sayangnya di Indonesia, guru tidak menjadi idola. Mirisnya, ada sebuah julukan bagi guru yaitu the killer. Guru adalah monster yang menakutkan. Peran idola lebih kini disandang oleh boys dan girls band, artis, aktor dan smeua yang tampil dalam kotak persegi empat yang disebut televisi.             Thomas L. Friedman menuliskan sebuah perbandingan antara anak-anak Cina dengan Amerika dalam tulisannya The World is Flat (2006) “saat ini di Cina, Bill Gates adalah Britney Spears. Di Amerika, Britneys Spears adalah Britney Spears, dan itulah masalah kita”. Kepedulian Friedman terhadap generasi di Amerika, seharusnya menyadarkan kita bagaimana keadaan anak-anak di Indonesia. Kecintaan anak-anak pada hiburan saat ini tampak lebih besar daripada kecintaan mereka pada ilmu pengetahuan. Oleh karena itu, mutu pendidikan di Indonesia tidak akan meningkat secara signifikan. Berbeda halnya dengan Cina yang saat ini meroket menyaingi Amerika.
Contoh nyata dari keteladanan tampak dari guru terhebat Muhammad Saw. Sebagaimana yang tercantum dalam terjemahan  Q.S Al-Ahzab: 21 yang berbunyi “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik…”. Rasulullah, sosok guru yang pengaruhnya dapat dirasakan hingga saat ini. Keteladanannya tidak hanya dicontoh oleh pengikut pada masanya tetapi juga diikut oleh orang-orang yang menjadikannya idola hingga saat ini. Hal ini membuktikan teladan dari guru adalah pilar paling utama sebelum enam pilar karakter tersebut. Pengaruh teladan yang tampak dari seorang guru dapat lebih mudah diterima daripada karakter yang hanya diajar lewat teori dari buku.
            Mengidolakan diri bagi guru bukanlah hal mudah disaat idola-idola dunia hiburan menjadi sebuah euphoria bagi anak-anak Indonesia. Anak-anak Indonesia lebih senang mendengarkan lagu-lagu popular seperti lagu Pop, K-Pop, Rock yang dinyanyikan idola mereka dari pada penjelasan guru mereka. Bahkan mereka tak segan berdandan ala sang idola. Cita-cita ingin jadi boysband atau girlsband, artis, aktor telah terframe kuat dalam pikiran mereka.
            Tetapi bukanlah tidak mungkin bagi guru untuk menjadi idola. Hanya diperlukan kerja keras, kreatifitas dan semangat untuk menjadi idola. Guru harus mengembalikan fitrah asli sebagai guru yaitu menjadi pahlawan tanpa tanda jasa. Berjuang dengan sungguh-sungguh dalam mendidik, menciptakan suasana belajar yang menyenangkan tanpa tekanan dan menjadi idola yang pantas untuk ditiru oleh anak-anak didiknya. 
            My teacher is my idol. Guruku idolaku. Saatnya guru menjadi idola. Idola yang selalu ditunggu kedatangannya untuk mengajar. Idola yang di gugu dan ditiru. Idola yang membawa Indonesia menjadi negara terdepan yang siap menyaingi negara maju di dunia. Saat guru menjadi idola maka bukan tidak mungkin Indonesia emas 2025 akan terwujud.

0 comments:

Post a Comment