RSS

Wednesday, September 10, 2014

Coretan Hidup 5 Gelar

Apakah sih arti sebuah gelar? Rasanya ingin sekali saya menghampiri dan bertanya kepada seorang yang merasa inferior saat melihat gelar seseorang yang berderet. Jujur, saya tidak pernah bangga dengan gelar yang ada dibelakang saya. Saya tidak pernah bangga dengan apa yang ada diri saya. Karena saya tahu ini semua titipan. Jika bukan karena permintaan Bapak dan malas mendengar kicauan beliau, aku tidak akan pernah menuliskan gelarku.
Tapi perbincangan subuh tadi telah membuatku mendidih. Apakah itu kata-kata ketidakpercaya dirian atau sindiran, yang jelas saya akan sangat marah apalagi perasaannya menyinggung perasaan Bapak. Ah manusia... apalah arti sebuah gelar. Apa gunanya jika kau sekolah hingga setingginya tetapi kau tak pernah mengenal Allah. Apa gunanya jika kau menggunakan pakaian kebesaran dihadapan manusia tetapi rendah di pandangan Allah. Saya yakin kau tidak pernah mengingkari bahwa sebaik-baiknya gelar di pandangan Allah hanyalah TAKWA. Sebaiknya pakaian adalah TAKWA. Bukan gelar, bukan penghasilan yang besar, bukan pekerjaan yang mempunyai jabatan tinggi dan bukan kendaraan mewah yang selalu dia gunakan.



Tuesday, September 9, 2014

Untitled


Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap orang memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah. Sungguh, Allah Maha Meneliti terhadap apa yang kamu kerjakan. (QS. Al-Hasyr :18)

Raut wajah Maria tampak kusut. Sepanjang jalan Jogja-Solo, didalam pramex yang melaju, Maria gelisah. Di gerbong wanita ini, Maria mendapat sebuah pelajaran. Pelajaran yang telah menyentuh dasar hatinya. Hatinya berkecambuk mengenang perkataan Aisyah. Sekali-kali Maria melirik ke Asiyah yang sibuk dengan Tilawahnya."Syah..kamu ngga malu ya baca Qur'an ditempat umum" tanya Maria pada sahabatnya ini.
Aisyah menggenapkan bacaannya. Dia menarik nafas pelan dengan lembut menimpali pertanyaan Maria "Mengapa harus malu Ria?"
"Hari gini gitu loh... jaman gadget. Liat deh, hampir semua penumpang digerbong ini sibuk dengan hape atau tablet" ujar Maria.
Aisyah tersenyum "Ria, jika semua orang sibuk dengan gadget... maka aku memilih sibuk dengan Al-Qur'an. Karena kelak... yang menyelamatkan kita...yang menerangi kuburan kita..bukanlah gadget yang kita banggakan kecanggihannya, tetapi Al-qur'an yang kita baca" jawab Aisyah.
Maria mengangguk-ngangguk. Dalam benaknya, Maria membenarkan kata-kata Asiyah. Saat ini rasa peduli sudah hampir sirna. Sejak gadget menjadi barang primier bukan lagi sekunder ataupun trier. Social network menjadi tempat silaturahmi sehingga berkunjung ketempat sahabat dianggap kurang perlu. Belom lagi dinding facebook menjadi sampah-sampah keluhan berbagai masalah, doa-doa yang dilantunkan lebih indah di facebook atau twitter daripada di depan Tuhannya. Bangun tidur yang dicari gadget sampai mau tidur lagi gadget.
"Ria..ria.. kok melamun?" Aisyah membuyarkan lamunan Maria.
Maria nyengir "ngga, Aku hanya mikirin kata-katamu tadi lho.
"Oh...jangan dipikirkan lagi. Akhirat itu kekal dan pasti ria... dunia ini..." Aisyah menghentikan perkataannya.
"Dunia ini kenapa syah?" tanya Maria penasaran.
"Dunia ini..hanya sementara. Jika kita hitung ya... kita hidup di dunia hanya 2 menit 1 detik lho. Makanya jangan disia-siakan. Kita tahu kalo hidup di dunia ini sementara, tapi kita memaknainya salah. kita selalu bilang karena hidup di dunia ini sementara harus dinikmati. Alhasil kita senang-senang dan melupakan AL-Qur'an dan Sunnah sebagai petunjuk dunia menuju akhirat" jelas Aisyah panjang lebar.
"Tunggu..tunggu.. maksudnya 2 menit 1 detik itu.ngitungnya gimana?" tanya Maria semakin penasaran.
"Masih ingat teori relativitas Einstein?"
"iya. e=Mc2" jawab Maria
"Pernah dengar kata cantik dan tampan itu relatif?"
"iya..tapi apa hubungannya cantik dan tampan dengan teori relativitas" desak Maria.
Asiyah tersenyum "sama-sama relatif." jawabnya.
Maria merengut. Rasanya jawaban yang diberikan oleh Aiyah belumlah menjawab semua rasa penasarannya. "Ayo dong syah... serius ni" desaknya lagi.
"Aku seribu rius" jawab Aisyah membuat Maria semakin gemes.
Perjalan kereta sudah mencapai stasiun Klaten. Beberapa wanita keluar dan beberapa penumpang wanita naik terburu-buru karena pintu gerbong segera ditutup. Lagi, pandangan Maria terpaku melihat beberapa dari mereka yang baru sjaa naik kereta langsung mengeluarkan gadget . Masing-masing dibuk dengan gadgetnya. Kereta kembali melaju. "Syah... plis deh ah serius" bujuk Maria untuk melanjutkan omongan mereka tadi.
"Gini lho, teori relatifitas itu kan menyatakan waktu bersifat relatif tergantung pada acuannya. Relativitas khusus, postulat 1 lho..." Ujar Aisyah.
"Iya, aku ingat" jawab Maria
"Einstein menjelaskan relativitas waktu di dunia, dan Rasulullah menjabarkan perhitungan di akhirat."
"coba jelaskan lebih rinci?" tanya Maria semakin penasaran.
"Rata-rata hidup manusia didunia diperkirakan kurang lebih dengan umur Nabi Muhammad Shollahu 'alaihi wa sallam hingga akhir hayatnya, yaitu 63 tahun. Jadi umur kita sekitar 60-70 tahun. Kita analogikan umur manusia adalah 70 tahun. Waktu padang masyhar di akhirat sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur'an Surah Al-Ma'arij ayat 4 dan Hadist Rasul adalah 50.000 tahun. Jadi 1 hari di dunia sama dengan 50.000 tahun diakhirat. Jika kita hitung secara matematis maka kita dapat mengetahui berapa lama kita hidup di dunia." jelas Aisyah panjang lebar. Aisyah mengeluarkan note kecil dan sebuah pen dari tasnya. Aisyah kemudian mencorat-coret dikertas note tersebut bersama Maria.

50.000 = 1 hari, 
70 tahun = x hari 
 maka x (hari) = (70 tahun / 50.000)x 1 tahun x = 0,0014 hari , 
 1 hari jika dijadikan detik = 24 x 6 x 60 = 86400 
maka  0,0014 hari = 0,0014 x 86400 detik = 120,96 detik
Maria mengangguk. "Berarti waktu kita di dunia snagat singkat ya" ujarnya. Maria tampak berpikir menganai 120.96 detik, apabila diganti jandi menit maka hidup di dunia hanya 2 menit 1 detik. Perantauan yang singkat, pikir Maria.

"Singkatkan?" Tanya Aisyah, matanya tak lepas dari memandang keluar jendela gerbong. "Makanya, aku tidak ingin menjadi ketergantungan pada gadget atau jaringan sosial. Nunggu loadingnya aja udah bermenit-menit. Masalah lainnya kalau kita tidak bisa mengendalikan diri" ujarnya.

Maria ikut melihat keluar, dia mengerti mengapa sahabatnya dari dulu tidak mengganti hpnya. Maria ingat kata Aisyah saat menemaninya membeli hp, yang penting bisa nelpon dan sms. Kereta api melambat karena sebentar lagi mereka akan sampai di stasiun Balapan, Solo. Maria dan Asiyah bersiap-siap turun.    


Berapa tahunkah lamanya kamu tinggal di bumi?" Mereka menjawab: "Kami tinggal (di bumi) sehari atau setengah hari, maka tanyakanlah kepada (malaikat) yang menghitung. Allah berfirman: "Kamu tidak tinggal (di bumi) melainkan sebentar saja, kalau kamu sesungguhnya mengetahui (QS Al Mu’minuun : 112-114)
       







 

Sunday, September 7, 2014

Coretan Hidup 4 *Lemot Mengingat Wajah*

"Icha kan?" sapaku pada kasir yang melayani penukaran koin disalah satu pusat permainan di Pontianak. Senang rasanya bertemu dengan teman sebangku setelah bertahun-tahun berpisah.
"Maaf kak, salah orang" jawabnya.
"Icha, SMP 7 kan?" aku masih aja maksa dia mengingatku.
"Bukan kak.." jawabnya sambil senyam-senyum.

Jika mengingat kedodolanku salah menegur orang rasanya seperti naik bis lupa bawa uang. Apalagi jika orang yang ditegur tampak ngerumpi dengan temannya. Mulailah otak ini bergerilya mikir sana-sini, nebak pastilah dia lagi ngomongin aku.
Kejadian salah mengingat orang bukan yang pertama kali. Kelemotan ini sudah menghinggapi aku dari SMA. Tepatnya sejak mataku terbukti rabun jauh dan aku jarang pakai kaca mata. Sebenarnya ingin pake kaca mata, tapi kelamaan menggunakan pakai kaca mata kepalaku sering pusing. Sama halnya seperti aku kelamaan di pasar dan melihat keramaian. Makanya aku ngga suka lama-lama dipusat perbelanjaan, pesta, reunian atau ditempat dimana  banyak orang lalu lalang. Untunglah, aku masih tahan berlama-lama duduk dengar cermah atau seminar. Kayaknya, aku pusing melihat yang bergerak dan ribut. Seperti halnya aku pusing kalo melihat keponakan-keponakanku lari-larian sambil teriak-teriakan dalam rumah. Soalnya aku ngga pernah pusing kalo nonton bioskop karena kalo pilemnya membosankan aku tidur hingga pilem berakhir. Ini adalah kisah lain yang memalukan, tidur di bioskop.  
Keseringan salah nyapa orang, aku jadi malas negur kalo aku hanya merasa "kenal dengan orang yang aku temui" atau "merasa seseorang mirip dengan kenalanku." Jadinya, aku kadang dikira sombong.
Pernah ada yang bertanya padaku "gimana kalo aku nikah nanti? gimana kalo aku lupa suamiku?" 
Aku juga tidak tahu gimana jawabnya, lihat nanti sajalah. Pengennya seperti pilem 50 first dates. Meski aku lupa, dia terus ingat. 


  

Atas Nama HAM

Inilah negeriku, negeri penjunjung HAM
Satu persatu dihalalkan, Satu persatu dilegalkan
Tidak ada pembatas, Tidak ada pembeda
Inilah negeriku, negeri penjunjung HAM

Atas nama HAM semua berhak menuntut bahkan yang diharamkan oleh agama. Aku masih ingat ketika ada beberapa pihak yang menolak UU Pornografi dan Pornoaksi dengan mengatas namakan hak asasi manusia. Hingga ada yang rela membuka auratnya saat berdemo. Masih hangat juga berita pelegalan aborsi bagi korban pemerkosaan, kini 5 warga negara Indonesia menuntut jika perkawinan beda agama dilegalkan. Berpegang pada Undang-Undang Perkawinan Pasal 2 ayat 1 UU No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (detikNews.com), kelima orang dari universitas keren di Indonesia ini mengajukan permohonan ke MK. 
Kehilangan identitas. Saat HAM diatas segalanya maka identitas diri semakin menipis yang terjadi hak-hak yang diperjuangkan bukannya menguntungkan tetapi malah merugikan.
Parahnya, mengapa selalu islam menjadi sasaran empuk. Seperti halnya salah satu penggunggat yang disorot adalah mahasiswi berjilbab (http://news.detik.com/read/2014/09/04/172535/2681642/10/1/ini-mahasiswi-fh-ui-berjilbab-yang-memohon-legalisasi-perkawinan-beda-agama). Let's forget about it, semoga yang membaca tidak terprovokasi memandang jelek agama yang sempurna ini. 
Dari berita tersebut aku menemukan ketakutan mengapa dia mengajukan permohonan pelegalan perkawinan beda agama, seperti yang diungkapkannya kepada media:
Ketika saya ingin melangsungkan perkawinan, saya kan belum tahu sama siapa, jadi ada potensi.
Potensi yang dimaksud mahasiswi tersebut adalah potensi menikah dengan pria yang berbeda agama dengannya. Sebenarnya potensi tersebut tidak akan terjadi jika kita tidak menciptakan potensi tersebut. Maksud dari kata menciptakan adalah kita sebagai perempuan yang menghadirkan potensi tersebut. Dan salah satu sebab mengapa potensi itu ada karena kita tidak mempelajari Islam secara kaafah, secara menyeluruh. Padahal segala aturan telah diatur oleh Al-Qur'an dan Sunnah, bahkan dicontohkan secara langsung melalui Rasulullah Sholallahu 'alaihi wa sallam. Pegangan dan contoh yang jelas telah diberikan, terus apa yang kita takutkan? Segalanya telah diatur oleh Islam dengan sangat rapi, detail, dan sempurna.
Islam sangat memuliakan wanita, bahkan islam memberi point-point yang harus diperhatikan dalam memilih pria untuk dijadikan sebagai calon suami. Silahkan telusuri di mbah gugel, mas yahoo. atau akhi yufid bagaimana memilih pria untuk dinikahi. Banyak sumber yang menuliskan hal tersebut dilengkapi dengan kutipan ayat-ayat Al-Qur'an dan hadist-hadist Rasulullah. Semua dijelaskan dengan sangat gamblang. Mengapa? karena seorang suami kelak akan menjadi penentu bagi sang istri, kemana tempat peristirahatan terakhir sang Istri di akhirat, surga atau neraka. Hal ini jelas dikatakan Rasulullah Sholallahu 'alaihi wa sallam "sesungguhnya suamimu adalah surga atau nerakamu" (HR. Ahmad).
Lalu, bagaimana jika seorang wanita berpikir menikah dengan beda agama? kemakah dia harus taat? Alhasil hanya ada dua kemungkinan yang terjadi perceraian atau salah satu dari pasangan mengikuti agama pasangannya. Dan banyak yang terjadi adalah istri mengikuti agama suami. Karena wanita adalah subjek penderita.
Apakah Indonesia akan berkiblat kepada barat, atas nama HAM melegalkan perkawinan beda agama? Jika iya, maka kita akan tunggu berita selanjutnya seperti pelegalan perkawinan sesama jenis dan pelegalan-pelegalan lainnya dengan mengatasnamakan HAM.