RSS

Saturday, April 7, 2012

Me in My Dreamworld


Bibir ini kembali merekah. Tersenyum indah. Disinari cahaya yang masuk melalui sela-sela jendela. Tetes demi tetes keringat jatuh karena panasnya matahari. Namun, hal itu tak mengurungkan niatku untuk terus bermimpi. Mengkreasikan hidup diduniaku. Dunia milikku. Aku pemeran utamanya disini. Terserah kata mereka. Mereka mau bilang jangan mimpi disiang bolong, bodohnya jadi penghayal, jangan meraih yang tidak pasti, sadar bahwa dunia tak seindah khayalan. Whatever. Karena duniaku indah, duniaku adalah milikku.
            Tinggi, putih dan bersih. Dia datang menghampiriku. Duduk disampingku dan berkata “It’s a nice day, isn’t it?”
            “Yup, a nice and beautiful day” Jawabku.
            “James.” Katanya memperkenalkan diri.
            “Ayu, nice to meet you.”
            “You too” Ujar James tersenyum. “What do you do?”
            “I am a student. How about you ?”
            James hanya tersenyum seolah menyembunyikan identitasnya. James berdiri, merentangkan kedua lengannya dan menghirup udara segar pagi hari.
            Byuuaaar. James, menghilang. Yang terdengar hanyalah suara ibu memanggil. “Ayu…Ayu…, cuci piring!”
            “Illusion, again” keluhku. Duniaku hilang…hilang karena suara Ibu. Dengan malas aku bangkit dari tempat tidur dan menuju dapur. Cuci piring.
                                                            *****

            Mimpi itu indah. Namun seringkali orangtuaku marah, marah karena aku harus bangun. Bangun dari mimpiku. Dan hidup didunia nyata yang menyakitkan dan menyebalkan. Dunia nyata, dimana penuh dengan persaingan. Yang hebat yang menang. Tapi, Aku benci itu. Benci jika hidup harus biasa-biasa saja. Karena aku yakin kesuksesan seperti Bill Gates, Henry Ford, and James Watt adalah punya impian.
            “Kita harus realistis. Jangan mimpi terlalu tinggi entar kalo jatu sakit” celetuk Ariya, temanku.
            “Tapi mimpi membuat kita hidup” protesku.
            “Mimpi itu hanya membuat kita berharap, sedangkan hidup itu keras dimana kita harus berjuang untuk hidup” jelas arya.
            “Apakah salah kalau kita punya mimpi dalam hidup ini”
            “Ngga. Asalkan yang real aja.”
            “Real? Maksudnya?”
            “Mimpi yang dapat kita capai. Contohnya ketika tamat dari sini, kita jadi pegawai negeri. Setelah itu menikah dan hidup bahagia bersama anak dan suami kita. Itu mimpi.”
            “O…..” jawabku malas-malasan.
            “Mangnya apa mimpimu?”
            “Mimpiku adalah melanjutkan kuliah diluar negeri. Aku ingin jadi pembicara disetiap ajang seminar dan workshop. Menjadi guru yang disayangi murid, menjadi motivator bagi semua orang dan menikah dengan bule” ceritaku.
            “Hahahaha…” tawa Arya meledak. “Kawin dengan bule, mau memperbaiki keturunan?”
            Arya hanya menggubris pernyataan terakhirku menikah dengan bule. Arya pikir aku pasti gila, ingin kawin dengan bule makanya tertawa begitu lepas.
            “Lucu ya?” ujarku sambil menatap tajam kearah Arya.
            “Ya iyalah lucu. Apakah kamu tau setiap muslimah itu pasti bermimpi ingin menikah dengan laki-laki soleh yang dapat dijadiin imam dan alhamdulillah kalo suaminya ganteng dan tajir. Dan kamu, yu? Menikah dengan bule?”
            “Memang ga boleh?”
            “Bukan gak boleh, mustahil aja. Apalagi rata-rata bule itu non muslim. Apa lo mau nikah dengan laki-laki bukan Islam. Udah deh yang realistis aja, ngga usah muluk-muluk.” Kata Arya.
            “muluk-muluk?” kataku pelan.
****
            Indonesia adalah Negara kaya bahkan sangat kaya. Tetapi malangnya untuk belajar saja kami harus menyeret bangku dan bersempit-sempit riya. Aku heran, habis kemana sih biaya yang kami keluarkan? Kalau dalam ruangan yang luasnya sekitar 6x6 meter harus diisi 75 mahasiswa. Bagaimana Indonesia bisa advance, udah belajar dalam ruangan yang padat ditambah lagi mahasiswa yang statusnya agent of change ngga serius belajar. Ada yang facebookan, sms, ngerumpi dan berbagai macam aktifitas yang menghancurkan konsentrasi belajar. Pantas kalo Indonesia banyak hutang, toh generasi mudanya macam beginian.
            Daripada mikirkan calon-calon intelek Indonesia lebih baik aku kembali dalam duniaku. Dunia milikku. Aku mulai berpikir, kali ini tentang motivasi. Melihat kawan-kawanku tak serius belajar aku berkesimpulan mereka pasti orang biasa, yang ingin hidup biasa. Tanpa motivasi untuk hidup lebih baik. Entahlah, apakah mereka merasa hebat hanya sebagai penikmat. Mengekor pada barat bukannya belajar untuk menjadi hebat seperti barat layaknya Jepang dan Korea Selatan. Jepang di akui karena kehebatannya dalam teknologi sedangkan Korea Selatan diakui dunia karena pelayanan umum terbaik. Dan kini cina, yang produknya membanjiri Indonesia. Bagaimana dengan Indonesia?
            Oleh karena itu, aku senang hidup diduniaku. Karena ketika aku hidup dalam duniaku, aku ingin menjadi Bill Gates, aku ingin menjadi Henry ford, aku ingin menjadi seperti orang-orang sukses didunia. Namun, Idola utamaku tetap Muhammad, karena tak ada yang sehebat beliau didunia ini, yang rela disiksa demi umatnya. Mimpi Rasulullah hanya 1, islam jaya dimuka bumi.
            Muhammad saw, Bill Gates, Henry Ford dan orang-orang hebat dan sukses adalah pemimpi-pemimpi besar. Mereka tak mungkin bisa menjadi hebat tanpa mimpi. Spekulasi yang bagus. Bicara tentang mimpi, mengingat orang-orang hebat membuatku semakn yakin ingin hidup diduniaku. Tanpa peduli kata orang tua, kakak dan teman-temanku. Bahwa mimpi harus yang muluk-muluk.
*****
            “Selamat, anda telah sampai di tahap wawancara. Tahap ini adalah tahap penentuan, karena dari sekian ribu pelamar hanya seratus yang samapai ditahap ini dan akan dipilih 20 sebagai penerima beasiswa.” Ujar penguji beasiswa didepanku.
            “Terima kasih, pak.” Jawabku.
            “Apa motivasi anda meng-apply beasiswa ini?” Tanyanya.
            “Dream.”
            Penguji itu terdiam, mungkin aneh mendengar jawabanku. Aku tahu dia pasti berpikir aku aneh, ataupun dia berpikir aku adalah orang yang bertele-tele. Terbukti dengan pertanyaan selanjutnya “Cuma itu.”
            “Itu yang pertama dan yang kedua adalah aku ingin menjadi motivasi buat murid-muridku. Aku ingin membuktikan bahwa ilmu tidak harus berakhir dibangku sekolah.”
            “Maksud anda?”
            “Life long learning.”
            “Oh..itukan bisa Anda dapatkan dimana saja bukan dibeasiswa ini.”
            “Memang benar pak. Tapi aku mengenal istilah learn and study dari bahasa inggris dan aku ingin belajar dinegeri asal muasal kata ini berasal. Pasti mereka punya alasan mengapa ada learn dan study.”
            Aku melihat kepusingan di wajah penguji itu. Apakah dia pusing dengan jawabanku atau he got my point. Tapi kali ini yang kutahu hanya pasrah, karena yang harus kulakukan kali ini tinggalah tawakal.